Musuh kepemimpinan Khalifah Abu Bakar RA

Benih-benih perpecahan setelah wafatnya Rasulullah SAW


Setelah Rasulullah SAW wafat, terjadi perselisihan antara umat muslim mengenai siapa yang pantas untuk menggantikan kepemimpinan beliau. Kaum Muhajirin (orang-orang Quraisy Mekkah yang berhijrah ke Madinah) dan kaum Anshar (orang-orang Madinah yang menerima hijrah nya orang Mekah) berebut untuk menaikkan utusan-utusan dari mereka.

"Hai orang-orang Anshar! Berpegan teguhlah apa yang ada di tangan kalian. Mereka itu (kaum Muhajirin) bukan lain hanyalah orang-orang yang berada di bawah perlindungan kalian. Orang-orang Anshar tidak akan bersedia menjalankan sesuatu, selain perintah yang kalian keluarkan sendiri. Kalianlah yang melindungi dan membela Rasulullah SAW. Kepada kalian mareka berhijrah. Kalian adalah tuan rumah Islam dan Iman. Demi Allah, Allah SWT tidak disembah secara terang-terangan selain di tengah-tengah kalian dan di negeri kalian. Shalat pun belum pernah diadakan secara berjamaah selain di masjid-masjid kalian. Oleh karena itu, peganglah teguh kepemimpinan kalian. Jika mereka menolah, biarlah dari kita seorang pemimpin dan dari mereka seorang pemimpin." (Argumentasi dari orang Anshar, Hubab bin Al Mundzir)

Pembai'atan Abu Bakar


Umar bin Khattab menentang dualisme (dua) kepemimpinan dalam umat Islam. Menurutnya, tidak mungkin ada dua bilah pedang dalam satu sarung. Tidak mungkin ada seorang pemimpin dari kaum Muhajirin dan seorang pemimpin dari kaum Anshar pada satu waktu bersamaan yang memimpin umat Muslim.

Suara dari kaum Anshar pun bukan nya tidak terpecah, sebab ada sebagian dari mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri merupakan orang mekkah. Jadi, layak apabila penerus beliau juga merupakan orang Mekkah. Mendengar itu, Abu Bakar RA bangkit berdiri dan berkata, "Inilah Umar dan Abu Ubaidah! Bai'at-lah salah seorang! Mana yang kalian sukai?"

Abu Bakar berusaha mencari jalan tengah dengan mengajuakan dua nama yang mewakili Anshar dan Muhajirin. Umar bin Khattab yang mewakili orang Mekah dan Ubaidah yang dianggap mewakili Anshar. Tetapi, kedua orang yang ditunjuk menolaknya. Mereka berkata kepada Abu Bakar. "Demi Allah, kamu berdua tidak bersedia memegang kepemimpinan mendahuluimu. Engkaulah orang yang paling afdhal di kalangan kaum Muhajirin. Engkaulah yang mendampingi Rasul Allah di dalam gua, dan engkau jugalah yang mewakili beliau mengimami shalat-shalat jemaah selama beliau sakit."

Akhirnya, Abu Bakar bersedia untuk dibai'at (disumpah) menjadi khalifah pemimpin Islam pertama yang setelah wafatnya Rasulullah SAW. Dengan bijak, Abu Bakar berujar kepada umat muslim dari kaum Muhajirin dan Anshar, "Aku mengambil alih kepemimpinan atas kalian, sedangkan aku tak lebih baik dari kalian. Jika aku bersikap baik, maka bantulah aku. Jika tidak, bimbinglah aku. Taatilah aku selama aku taat kepada Tuhan. Jika tidak, kalian tidak perlu menaati aku."

Namun pengangkatan itu tidak dicapai secara mutlak. Sebab, bagi banyak orang dari Anshar dan suku-suku lain yang pernah ditaklukan oleh Islam, masih ada bara ketidak puasan dalam dada mereka. Secara diam-diam, golongan ini melakukan gerakan-gerakan untuk memberontak terhadap kepemimpinan Abu Bakar.

Musuh Kepemimpinan Politik Abu Bakar


Segera setelah Abu Bakar menjadi pemimpin umat Islam, perpecahan mulai menggerogoti pemerintahannya. Isu kecemburuan politis berkembang menjadi gerakan pembangkangan. Bahkan, mengarah kepada kemurtadan.

Munculnya Nabi Palsu

Bermunculan orang-orang yang mengaku nabi. Musuh-musuh nabi yang dahulu bersembunyi, kini terang-terangan muncul mengumpulkan massa untuk mendukung kenabian mereka. Salah seorang nabi palsu paling populer adalah Musailamah bin Habib dari bani hanifah, yang memiliki pendukung sangat banyak. Ia menghadiahkan mahar (mas kawin) kepada istrinya (yang juga mengaku sebagai nabi), Sajah dengan membebaskan diri dan kaum nya dari kewajiban sholat Shubuh dan Maghrib.

Penolakan membayar zakat

Selain mengaku nabi, pada masa Abu Bakar, beberapa suku melakukan penolakan untuk membayar zakat kepada Abu Bakar. Tidak selalu orang-orang Ansar yang melakukannya. Tetapi di antaranya, ada yang merupakan ahlul bait (ahli waris) Rasulullah SAW. Mereka mengatakan bahwa yang pantas menerima zakat bukan pemerintahan Abu Bakar, tetapi adalah ahlul bait. Mereka lebih memilih membayar zakat kepada orang-orang miskin. Padahal sebagai pemimpin pemerintahan, menyantuni rakyat, membangun fasilitas bagi rakyat, menggaji pejabat dan tentara, serta ongkos penaklukkan-penaklukkan Islam ke seluruh penjuru. Jadi, zakat sama artinya dengan pajak seperti yang kita kenal sekarang ini.

Peperangan terhadap pemberontak

Karena pembangkangan terhadap kepemimpinan nya, Abu Bakar menganggap mereka sebagai orang murtad. Abu Bakar memutuskan untuk memerangi suku-suku pemberontak ini. Namun demikian, Umar bin Khattab, sebagai pendamping nya, sempat menentang keputusan itu. Tetapi, akhirnya Umar dapat membenarkan keputusan tersebut.

Persetujuan Umar untuk memerangi suku-suku penentang Abu Bakar lebih dikarenakan hal yang prinsip, yaitu alasan mereka menolak untuk membayar zakat kepada pemerintahan Islam yang sah dibawah Abu Bakar. Sedangkan, Umar kurang sepaham untuk menganggap mereka yang menolak zakat sebagai bentuk kemurtadan (terkecuali bagi mereka yang mengaku sebagai nabi). Ketidak sepahaman Umar mengenai tuduhan murtad inilah yang menjadi alasan baginya membebaskan para tahanan wanita dan anak-anak saat diangkat menjadi khalifah yang kedua menggantikan Abu Bakar.

Ancaman dari Romawi

Selain persekongkolan-persekongkolah beberapa suku yang merongrong pemerintahan Abu Bakar, ancaman juga datang dari luar, yaitu dari pasukan Byzantium (Romawi Timur) yang menguasai Syam. Mereka hendak menghancurkan dinasti Islam setelah ditinggal oleh Rasulullah SAW.

Namun, berkat bantuan dari sahabat-sahabat yang pemberani, seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Imam Ali, Ubaidah, dan tokoh-tokoh lainnya, Abu Bakar mampu meredam krisis, bahkan Islam berhasil melakukan perluasan kekuasaan di beberapa wilayah Arab. Abu Bakar berhasil melewati dua tahun pemerintahan nya yang singkat tanpa dibunuh. Ia wafat akibat malaria pada usia 63 tahun.

Belum ada Komentar untuk "Musuh kepemimpinan Khalifah Abu Bakar RA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel